Secara
logika jika kamu masih berhasil memperoleh keuntungan dari produk atau
jasa yang kamu hasilkan atau lakukan sebenarnya wajar jika kamu tidak
berniat untuk melakukan sebuah perubahan. Mencoba menjadi lebih baik
tapi dengan risiko merugi atau meneruskan formula yang sama dan telah
terbukti menguntungkan? Sudah sejak film kedua Blue Sky Studios
menerapkan cara opsi pertama, recycling terhadap Ice Age dengan
mengandalkan pesona karakter dengan aksi hyperactive mereka. Tiga film
penerus Ice Age sebelumnya tidak semuanya terasa kurang menyenangkan,
namun mayoritas dari mereka tidak berhasil berada di level yang sama
dengan Ice Age. Ice Age: Collision Course?
Ketika mencoba mengubur
biji pohon ek kesayangannya agar tidak dicuri Scrat justru mengaktifkan
sebuah pesawat luar angkasa lewat aksinya itu. Pesawat tersebut
membawanya ke ruang angkasa di mana ia mulai menciptakan kekacauan.
Akibat ulah yang dilakukan oleh Scrat beberapa meteor sedang bergerak
mengarah menuju ke bumi. Hal tersebut memaksa Manny (Ray Romano)
berserta istrinya Ellie (Queen Latifah), Peaches (Keke Palmer) dan
tunangannya Julian (Adam DeVine), Sid (John Leguizamo) bersama pacarnya
Francine (Melissa Rauch), serta Diego (Denis Leary) terpaksa
meninggalkan rumah mereka untuk menyelamatkan diri.
Hanya itu?
Iya, hanya itu masalah di sinopsis tadi, meteor datang dan The Herd
kembali dihadapkan pada berbagai rintangan. Sebenarnya bukan masalah
karena empat film terdahulunya dari segi cerita juga tidak terasa
special tapi dengan budget $324 juta berhasil menghasilkan box-office
sebesar $2,8 Milyar. Sejak film ketiga sudah tidak lagi menaruh
ekspektasi pada entri terbaru Ice Age film series untuk membawa
franchise ini bergerak naik secara kualitas, hanya datang dan berharap
“kekacauan” yang diberikan mampu menghibur seperti dua film pertama Ice
Age. Tapi sayangnya yang terjadi justru sebaliknya, kemampuan menghibur
setiap film Ice Age terbaru sejak 'Ice Age: The Meltdown' berada di
grafik menurun. Presentasi visual yang menarik dengan parade warna-warni
masih ada, berbagai kekonyolan slapstick tidak menjadi masalah, tapi
pesona 'Ice Age: Collision Course' tidak pernah terasah. Yang tersisa
hanya seekor sapi perah kekurangan nutrisi yang tidak lagi menghasilkan
susu yang enak dan segar.
Dengan durasi 94 menit tidak banyak atau
mungkin lebih tepatnya tidak ada hal baru yang benar-benar menarik di
Ice Age: Collision Course, jika kamu sudah menonton Ice Age: Continental
Drift maka ini akan terasa seperti film tersebut dengan topeng baru.
Wajar memang karena pola film Ice Age selalu mengikuti arah dan sasaran
yang sama sejak awal, tapi yang menjengkelkan adalah di film ini
sutradara Mike Thurmeier bersama tim produksi seperti tidak tertarik
untuk mengambil risiko bahkan dalam jumlah mini sekalipun. Akibat
terlalu akrab 'Ice Age: Collision Course' seperti tidak memiliki ruang
untuk kejutan yang tampil menarik, hal utama yang diharapkan dari film
ini. Karakter eksentrik tampil di dalam zona aman dan nyaman mereka,
tidak ada "konsekuensi" yang menantang membuat pesona karakter kerap
terasa datar. Dampaknya kecerian yang diberikan film ini mini, bahkan
bertemu dengan lelucon yang lucu dapat dihitung dengan jari tangan.
Ice
Age: Collision Course punya usaha menghadirkan lelucon yang tidak buruk
tapi hasil yang diciptakan lebih sering berada di zona ambigu,
mayoritas berada di antara lucu dan tidak lucu. Dari fart jokes hingga
slapstick lelucon terbaik dari Ice Age: Collision Course hanya berhasil
menggelitik, banyak dari mereka yang sebenarnya bisa menjadi lucu tapi
seperti kurang bumbu. Usaha bermain dengan referensi pop culture seperti
misalnya 2001 - A Space Odyssey juga terasa kurang oke. Masalah
terbesar hadir dari karakter yang di sini seperti saling berebut
panggung utama untuk meraih atensi. Tidak hanya karakter utama namun
karakter lainnya kini mendapat kesempatan yang lebih besar di layar,
kehadiran mereka sayangnya membuat alur cerita dipenuhi
“ketidakjelasan,” Ice Age: Collision Course terasa seperti kumpulan
sketsa dari berbagai individu yang tidak semuanya berhasil tampil
menarik.
Jika dibandingkan dengan 'Ice Age: Continental Drift'
secara materi film ini terasa lebih baik, tapi sayangnya tidak ada
penekanan serta arah yang jelas dan kuat, tidak ada fokus yang kuat.
Seandainya ada “batasan” yang jelas mungkin berbagai aksi konyol yang
dilakukan karakter bisa menghasilkan hit yang lebih oke ketimbang aksi
bermain-main mereka itu yang terasa terlalu "kasar" untuk terintegrasi
kedalam plot dan narasi. Ini bukan seperti yang ingin narasi dan plot
dengan kualitas yang lebih baik tapi seandainya ada jalur dan alur yang
lebih jelas dan menarik berbagai kekonyolan yang dilakukan oleh karakter
dapat terasa lebih menarik. Interaksi antar karakter miskin tik-tok
yang lucu, berbagai isu kecil juga terasa mentah dan kosong. Plot
petualangan memang berhasil menampilkan berbagai ide tapi kombinasi yang
dihasilkan tidak membuat aksi hyperactive karakter konsisten terasa
menghibur.
Mereka bilang ini film terakhir di Ice Age film series,
semoga ini benar-benar sebuah one last ride. Visually good dengan ide
yang cukup menarik, Ice Age: Collision Course memiliki banyak kesempatan
untuk tampil lucu dan menghibur sayangnya keceriaan yang mereka
hadirkan terasa terlalu biasa dan sebagai sebuah kesatuan kurang fit
satu sama lain. Cerita yang terlalu biasa tidak masalah, itu sudah hadir
sejak film ketiga, tapi presentasi yang terlalu “polos” dan tidak
imajinatif merupakan sebuah masalah yang mengganggu. Narasi yang lelah
bersama aksi slapstick dan hyperactive tanpa pesona dan punch yang
konsisten menarik, dare I say 'Ice Age: Collision Course' merupakan
imitasi paling lemah di antara imitasi Ice Age lainnya. So long The
Herd, and Scrat. Segmented.
Sumber